Saat Wanita Merasai Cinta

Image Source: Instagram Fby Putri NC

Sat, aku mengagumi mu. Sungguh. Terkadang, aku tak dapat menjelaskan satu persatu rasa yang ku punyah. Sungguh aku tak mampu, Sat. Kadang kala tiap kali aku memandang ke arahmu, aku bernada lugu, melihatmu. senyum itu. Matamu, Sat, kemana memandang, di situ pula tatapku. Senyum dan tatapmu menambah debarku. Tak dapat ku jelaskan ayat rasaku untukmu. Apa kau juga merasai hal yang sama seperti aku, atau malah kita berlawan arah. Senyum yang paling ku kagumi, sedang terlena dengan senyum. yang itu bukan aku. Begitu pula tatap yang paling ku dambah, sedang menatap mata. yang itu bukan aku. Sat, aku mungkin orang yang paling mengagumimu. Dan begitu pula sebaliknya ada orang yang paling kau kagumi. Dan aku tak berhak melarangmu, sekalipun aku adalah orang yang paling mengagumimu. Mungkin tak terpikir benakmu, aku orang yang jauh adalah orang yang paling kagum kamu.



**
 Basket? Aku sama sekali tidak tau bermain basket. Bahkan aku benci olahraga. Tapi, kau tau, aku akan menjadi bisa bila itu mendekatkan ku denganmu. Aku bisa berlama-lama memandang senyum itu. Nikmat rasanya, bahkan lebih dari es cream chocholate kesukaanku. Sudah tiga minggu aku bergabung dengan club basket sekolah, tapi aku merasa waktu tiga minggu itu adalah tiga hari. Dapatkah kau menjelaskannya padaku, pada hatiku. Ketika 21 berubah menjadi 3. Mungkin itu tak logika, tapi rasa debarku yang merubahnya. Hingga waktu itu merubah cepat. Cepat yang di luar logika manusia. Seperti orang lain katakan; bahwa cinta, bukan lah logika tapi perasaan. Perasaan yang sejalan. Itu lah cinta. Apa mungkin perasaan kita sejalan, Sat? Kau tak hentinya menyamarkan ku, tuk bertanya pada larik kebisuan. Apa cinta itu adalah kebisuan, Sat? Benarkah? Seperti hal-nya aku padamu.
Mungkin disini aku akan mempermasalahkan debarku untukmu, apa kau juga ingin menyelesaikan nya denganku, dengan hatiku. Mau kah kau berdamai dengan hati yang selalu merasai debar denganmu, dengan keberadaan hatimu.

"Hey, jangan ngelamun aja dong" kalimatmu mengejutkan aku, Sat. Membangunkan sejenak khayalku tentangmu. Maaf, kalau aku hanya membalas tegurmu dengan sumring di bibirku. Aku tak tau bagaimana caranya memperlakukan mu, debarku tak bisa kutata seelok senyumku padamu. Anggap saja senyumku adalah jawab atas tegurmu. jangan jenuh menyapaku. Sebab sapamu bahagia untukku.

 **
 Aku sosok wanita yang mencintai senja dan mawar. Mungkin, senja itu tak selalu identik dengan mawar. Tapi aku selalu mengidentikkan hal itu. Bagiku sekuntum mawar adalah teman dalam keseharianku. Aku sudah menggantikan kamu dengan mawar. Sebab aku tak selalu bisa di dekatmu, akupun tak selalu bisa memandang senyum itu. Senyummu, Sat. Di Dutio Florist, akupun sedang asyik memilah mawar merah. Banyak mawar yang berwarna merah, tapi belum tentu sesuai hendakku. Aku mencintai mawar, mawar yang serupa dengan senyum dan tatapmu. Yang indah itu. Senyummu semanis es cream coklat kesukaanku. Binar matamu seperti rintik hujan, yang sering aku mainkan. Tiba-tiba aku dan kaupun berpapasan mata. Kaupun mulai mendekatiku. Seandainya kau bisa mendengar debarku. Mungkin kaupun takut untuk mendekatiku.

"Hey, kamu anak basket sekolah yang baru masuk, kan? Oh, iya aku lupa, nama kamu siapa?" begitu tanyamu. Apa kau sama sekali tidak tau nama aku, ataukah sekedar basabasi. Sebab kau tak tau mengawali percakapan itu. Ku tanya hatiku. Benarkah kau tak tau. Kau tersenyum menanti jawabku, apa mungkin kau juga tau apa yang ada di pikiranku. Sesaat.., akupun kembali tersenyum membalas senyummu. Sebab, aku tak ingin senyummu menjadi sia-sia. Mungkin itu adalah kerugian besarku, bila aku tak membalasnya. Aku tak akan membiarkan senyummu terbuang sia. Namun untuk sekedar menatap matamu. Aku harus mengumpulkan banyak keberanian dan mengatur debar seelok senyumku padamu.
Terbit di Harian Suara Rakyat Sibolga, 2012.
** Di suatu sore, matahari mulai membenamkan sinarnya ke arah barat. Seperti biasanya aku selalu menantimu di setiap ujung senja. Aku tak tau. Apa kau juga mencintai senja. Seperti halnya aku. Yang aku tau, di setiap penghujung senja , kau pasti ada disini. Di tempat yang damai ini. Aku pun tau bahwasa-nya kau mencintai biru. Namun, aku tak tau apakah kau juga mencintai merah. Seperti halnya aku mencintai warnamu, Sat. Aku menjadi serba salah Sat. Sebab mencintai yang tak seharusnya. Aku baru sadar Sat bahwa sandiwara itu perlu. Tapi, mengapa aku harus berpura-pura seperti tak mencintaimu, Sat? bukankah itu mengajarkan ku untuk munafik. Sat, apa waktuku cukup untuk menantimu? Berapa lama harus aku menunggu?. Kita belajar Matematika dan bahasa ya, Sat. memendam, berasal dari kata pendam. Berapa lama harusku memendam? Mengetahui, berasal dari kata tau. Berapa lama waktu yang kau butuh untuk mengetahui semua ini. Dan Sat, hasil akhirnya bagaimana? Sedari tadi aku menunggui mu, Sat. ku perhatikan langit yang birunya seperti warnamu. Ku Tanya hatiku, sedang apa dan dimana? Namun dari langit itu sudah cukup memastikan kau tak akan datang, seperti senja-senja sebelumnya. Aku yakinkan saja hati ini. Agar aku tak menyisahkan waktu utuk menunggui mu. Sementara hadirmu entah dimana. Ku ayunkan langkahku menuju minimarket yang tak jauh dari pantai, tempat aku dan kau memandang berlalunya senja. Aku tak akan menyebut “kita “ Sat. aku selalu sadar akan semua keberadaanku, yang mencintaimu. Sesampainya…, ku ambil es cream chocholate kesukaanku. Agar kunikmati manisnya senyummu senja ini. Kulirik arlogi merahku yang sudah menunjukan pukul 18.00, segera aku bergegas ke luar dari minimarket. Ku lirik langit yang tadinya biru, sudah berubah menjadi kelabu. Aku yakin, sebentar lagi hujan akan turun. Ku lambungkan senyumku pada kelabunya awan. Senja yang tak ada kamu, Sat. sudah ku nikmati dengan es cream chocholate semanis senyummu. Akan ku mainkan rintik hujan yang bening bak kedip matamu. Kutampung rintik hujan yang berjatuhan. Ku mainkan layaknya kau mendebarkanku. Aku sengaja pulang berjalan kaki, Sat. Agar indahmu masih kunikmati. Bagiku, kau adalah mawar; senja; rintik hujan; dan es cream. Agar aku bisa selalu merasakan kau ada di dekatku. Walau semu tuk kudekap. tak nyata untuk kugapai. Aku hanya bisa menyaksikanmu dari kejauhan. Sebab akupun malu, terlalu begitu menatapmu.

 **
 “Hey, nanti sore kita latihan basket, jangan sampai telat seperti kemarin!” katamu yang kejap saja sudah menambah debarku. Mungkin, itu adalah kalimat biasa. Namun, bagiku suatu rasa bahagia.

“ Iya, kau tenang saja. Aku tak akan telat lagi..” ucapku.., kau tau tidak? Sebenarnya aku datang lebih dulu darimu. Aku bukan telat. Melainkan aku menatap senyummu dari kejauhan. Hanya dengan cara itu aku bisa menatapmu lebih lama; ucapku dalam hati.

 “ Nanti pakai seragam merah-biru. Baju yang baru dibagikan kemarin sore. Ingat loh jangan sampai salah!” ucapmu kembali, yang membuat debarku semakin kencang. Bagai aku sedang dalam putaran halilintar.
“Iya…, kau tenang saja. Aku sudah tau kok. Tak usah membuat pengumuman dua kali..” aku semakin ingin kau cepat pergi dari hadapku. Getarku tak bisa kuhaturkan.

“Oh.., Iya..” lanjutmu yang seketika aku putuskan “ Sedari tadi aku berbicara, sedari tadi pula kau tak menatapku. Hmm, aku jelek? Kurang ganteng? Kurang keren? Atau mungkin terlalu buruk? Ayo jawab..” katamu. kali ini sedikit dengan nada tinggi. Mungkin kau jengkel denganku. Ya, seharusnya aku menatapmu. Namun, maaf. debarku tak menyanggupi itu. Aku pengen teriak saat kau bentak! Kau harus tau satu Hallll…, aku semakin marah ingin teriak satu hal yang tak pernah kau paham!. Bukan tentang rupamu, Sat. namun tentang debarku. Debarku yang tak pernah kau sadar. Sejenak kulayangkan saja enyum ini, akupun tak tau Sat, bagaimana caranya marah denganmu. Itu yang aku suka dari kamu Sat. kau lucu, simple, aneh. Terkadang kau juga menjadi blak-blakan. Seketika kau berlalu. Entah, mungkin jengkel sebabku. Andai kau tau, apakah kau bersikap seperti itu?



**
 Ku perhatikan bola matamu, dari tadi kau rapi menatap mata itu. Kau menyukainya Sat? seperti halnya aku menyukaimu. Sesekali kau tersenyum padanya. Benarkah kau menyukainya? Aku tau kau memang ramah, apalagi kepada wanita. Tapi, aku merasakan ada yang beda, Sat. aku tak pernah tau kepada siapa hatimu kau titip? Aku baru mengenalmu dalam hitungan tahun Sat. dan aku sudah telah menunggui-mu, kau belum perkenalkan aku pada hatimu. Tapi kau duluan mengajarkan aku melupakanmu. Tapi Sat, semudah itu-kah? Dan bila aku lupakanmu. Kelak kau tau. Apakah kau mencintai penantian panjangku? Atau malah…, sebalik kata, Sat. Aku dan kau dekat Sat. bahkan, aku dan kau bergabung dalam club yang sama. Aku dan kau dekat, Sat. tapi ada antara. Begitukan, Sat?



                                                 _____________________

0 komentar:

Hello there! I am Halima. I have some hobbies; blog writing, reading, puisi creator on youtube, editing photo and video. Hope you enjoy in my own Sunrise & Sunset.